Komang Merthayasa tentang Akustika Arsitektur & Concert Hall (dedicated) untuk Musik Tradisional Indonesia

a Blog about Acoustics-Architecture-Noise Control, acoustic design, acoustic architecture, acoustic and interior design, noise control in building, environment & industry. It is dedicated for the development, enhancement and enrichment of Indonesian Cultures and the Quality of Life… => Do not trust your ear, trust your knowledge <= Silahkan e-mail ke komang_merthayasa@yahoo.com untuk response yg cepat..

  • About this Blog
  • Kode Etik Arsitek
  • Para Maestro Dukung Festival Keroncong
  • ‘Gamelan Bali’ International Concert Hall

Indonesia Music Expo Perdana di Peninsula

Posted by Komang Merthayasa on November 5, 2011
Posted in: Akustik. Tinggalkan komentar

http://assets.kompas.com/data/photo/2011/09/21/1145333620X310.jpg

Berita dari Kompas:

http://regional.kompas.com/read/2011/11/04/23441469/Indonesia.Music.Expo.Perdana.di.Peninsula

DENPASAR,KOMPAS.com – Indonesian Music Expo (IMEX) 2011 perdana bakal digelar di Pulau Peninsula, Kawasan Nusa Dua, Bali, mulai 7 November hingga 14 November. Acara ini juga memeriahkan Asean Fair yang menyambut KTT Asean Summit.

Sebanyak 40 kelompok musik bakal manggung. Mereka berasal dari beragam aliran musik. Kelompok itu antara lain, Gambang Kromong (Jakarta), Rindik (Bali), Kulintang (Sulawesi).

Untuk kalompok luar negeri antara lain dari Malaysoia, Amerika Serikat, Singapura, Korea Selatan. Mereka tampil bergantian dari pukul 17.00 Wita sampai malam sekitar pukul 22.00 Wita.

Franki Raden, penggagas IMEX 2011, menjelaskan di Denpasar, expo ini wujud keprihatinannya terhadap musik asli Indonesia yang terpuruk di negaranya sendiri. Padahal, musik Indonesia masih emiliki peluang besar masuk pangsa pasar dunia.

“Tetapi, ini belum terwujud. Baru beberapa kelompok saja yang sukses di mancanegara. Makanya ayo, memotivasi para kelompok ini,” katanya.

Ia pun merencanakan akan menerbitkan buku panduan akses ke pasar dunia. Ia tengah menyusunnya dan rencananya bisa dibagikan ke seluruh kelompok di nusantara.

 

http://regional.kompas.com/read/2011/11/04/23492370/Quincy.Jones.ke.Bali

Quincy Jones ke Bali

DENPASAR, KOMPAS.com – Quincy Jones, seorang tokoh musik serta industri musik dunia, bakal datang langsung ke Pulau Dewata, tanggal 20 November. Ia datang dalam rangka Indonesian Music Expo 2011, November mendatang,di area Asean Fair, Pulau Peninsula, Nusa Dua.

Tokoh dunia yang melejitkan artis kenamaan seperti Michael Jackson ini, rupanya tertarik dengan kekayaan musik lokal Indonesia. Karenanya, ia berniat melihat dan mendengar langsung permainan kelompok musik dari beberapa daerah.

“Bayangkan, tokoh dunia Jones ini datang. Ia akan mendengar dan melihat permainan musik Indonesia. Beberapa di antaranya akan dilatih dan diolah olehnya. Ini luar biasa,” kata Franki Raden, pengamat musik dan penggagas Indonesian Music Expo 2011, dalam jumpa pers di Denpasar.

Menurut Franki, ini peluang. Selain itu, kedatangan tokoh musik dunia ini membuktikan bahwa musik Indonesia juga layak menjadi culture capital yang berharga di pasar dunia.

 

Energi Berkesenian “Ensiklopedia Dusun”

Posted by Komang Merthayasa on November 5, 2011
Posted in: Akustik. Tinggalkan komentar

Tulisan yang MENARIK
http://oase.kompas.com/read/2011/11/04/1415552/Energi.Berkesenian.Ensiklopedia.Dusun.

Oleh M. Hari Atmoko

Dari balik patung batu Gunung Merapi berbentuk Ganesha, penyair Dorothea Rosa Herliany menyalakan lampu senter untuk menerangi secarik kertas putih berisi karya geguritannya yang ditulis tangan menggunakan bolpoin bertinta biru.

Dalam kegelapan di balik panggung pementasan performa “Ensiklopedia Dusun” oleh kalangan seniman petani Komunitas Lima Gunung dengan sutradara yang juga pemimpin Sanggar Wonoseni Bandongan, Kabupaten Magelang, Pangadi  itu, Rosa sambil duduk di kursi dengan menggunakan mikrofon membacakan karya geguritan yang tanpa judul itu.

“’Ratri ratri sirep, maewu nur samubarang netra, kang gawe pepadang. Duh Gusti iba tidem kang lumarap, ing samubarang kalbu, sato kewan lan gegodongan kang tumrap. Duh banyu ing mangsa ketiga dawa, duh rino lan dalu kang langsir, paringana sesaji ati, sakehing kalbu lan karep. Lerep, sirep, donyaning tresna marang sakehing janma,’” demikian geguritan yang menjadi pembuka performa dengan babak awal berupa ritual kontemporer bertajuk “Ondo Tresno” dipimpin Bambang dan penembang suluk Sitras Anjilin itu.

Terjemahan Bahasa Indonesia yang disampaikan Rosa yang juga pengelola Rumah Buku Dunia Tera Borobudur setelah pementasan berdurasi 1,5 jam dan secara eksklusif ditonton sejumlah wisatawan mancanegara itu, “Oh malam yang kelam, ribuan cahaya sembarang mata, yang menerangi semesta. Duh Gusti alangkah tenangnya segala yang luruh, di sembarang kalbu, hewan-hewan dan dedaunan yang luruh ke tanah. Duh semesta air yang mengekalkan kemarau panjang, oh semesta hari yang lindap, berikan sesaji kalbu bagi semua pecinta dan hasrat. Luruh, hening, alam cinta bagi semua insan.”

Lantunan yel-yel berbahasa Jawa diiring tabuhan musik kenong, saron, dan kendang, “tresna sejati ra biso disule” (Cinta sejati tidak bisa digantikan) oleh para pemain lainnya mengiring pelaku performa “Ondo  Tresno”.

Seorang seniman, Bambang yang mengenakan kain serba warna putih berjalan paling depan diikuti empat penari perempuan yang salah satunya membawa cobek berisi bunga mawar merah putih untuk ditaburkan dan seorang lainnya membawa dua batang tebu membentuk tangga.

Lima seniman lainnya memainkan peran tokoh punakawan yakni Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, menari-nari sambil mengelilingi panggung terbuka Studio Mendut, sekitar 3,5 kilometer timur Candi Borobudur, sedangkan dua lainnya menimpali dengan tarian kuda kepang.

Performa “Ondo Tresno” yang nampaknya menjadi simbol tataran yang harus dilalui manusia untuk mencapai cita-cita membangun semangat cinta kasih sejati itu sebagai babak awal atas inti pergelaran bertajuk “Ensiklopedia Dusun” dimainkan oleh sekitar 50 seniman petani Komunitas Lima Gunung dengan pemain utama para anggota Sanggar Wonoseni Bandongan, Kabupaten Magelang.

Repertoar pergelaran antara lain ditandai dengan berbagai permainan anak-anak desa seperti gobak sodor, gelinding  buah, gasing, menari, jetungan, dan kitiran di panggung terbuka yang dipasangi properti payung raksasa kontemporer dengan digantungi berbagai alat dapur masyarakat kampung seperti kepis, kukusan, parut, tampah, tenggok, kisa, irus, telik, caping, serok, gangsingan, kronjot, kentongan, dan sangkar burung.

Alunan tembang dolanan bocah Jawa seperti cublak-cublak suweng, jamuran, dan jaranan diiringi tabuhan gamelan terus menerus mengiring suasana anak-anak desa yang sedang bermain dalam pergelaran tersebut.

Sesekali beberapa seniman lainnya mengenakan pakaian petani Jawa melintas di tengah-tengah anak-anak desa yang sedang bermain itu antara lain dengan memanggul cangkul, beberapa batang bambu, dan membawa arit serta linggis.

Sejumlah pemain lainnya memainkan performa gotong royong membuat cangkrukan untuk tempat duduk warga desa di pinggir jalan kampung yang strategis, sedangkan lainnya mencangkul tanah sebagai performa masyarakat menggarap sawahnya.

Tak seberapa lama kemudian seorang seniman masuk panggung sambil menggiring beberapa ekor bebek dan seorang lainnya menggiring seekor kambing untuk ditambatkan di tepi panggung, di bawah tiang tempat mengerek sangkar burung.

Melalui properti bebek dan kambing itu, mereka nampaknya ingin menyampaikan gambaran kepada penonton pementasan tersebut tentang aktivitas masyarakat desa bertransaksi ternak di pasar tradisionalnya.

Agaknya nuansa kuat gambaran suasana pedesaan dalam pergelaran itu juga tak lepas dari penampilan hangat Ketua Komunitas Lima Gunung Magelang Ismanto yang memerankan sebagai orang desa pengidap gangguan jiwa dan peranan tata lampu yang kuat dimainkan oleh Joko Widiyanto.

Ismanto yang juga pemimpin grup Teater Gadung Mlati, lereng Gunung Merapi itu tampak berjalan hilir mudik sambil mencangklong di pundak kanannya berupa tas plastik berisi sebungkus nasi dengan seutas tali rafia dan tangan kirinya membawa koran.

Seniman petani muda Dwi Indriani memainkan performa menggoreng tempe. Ia menggoreng tempe yang digambarkan untuk dijual kepada masyarakat desanya itu dengan menggunakan tungku, wajan, dan kayu bakar.

Sedangkan Nanik Rohmiyati menggendong tenggok memainkan diri sebagai pedagang makanan keliling seperti selondok, wajik, sengkulun, jenang, tempe goreng, geblek, lotek, bakwan dan jamu.

Nanik yang juga isteri sang sutradara “Ensiklopedia Dusun” Pangadi itu juga berinteraksi dengan penonton, dengan menawarkan dagangan makanan pedesaan itu untuk disantap para wisman di tempat duduk mereka di tepi panggung tersebut.

Sejumlah pemain musik rebana anggota Padepokan Wargo Budoyo berasal dari lereng Gunung Merbabu di Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang mengenakan kain batik dan peci masuk ke panggung, memainkan sejumlah nomor musik islami itu dan beberapa konfigurasi gerak tubuh yang terkesan enak ditonton.

Sebelum beberapa nomor musik rebana dan konfigurasi gerak selesai dimainkan mereka, tiga seniman Sanggar Wonoseni masing-masing Ahmadi (85), Ismael (45), dan Rofik (39) berjalan santun masuk panggung lalu duduk bersila di lincak sambil bersiap menabuh alat musik tradisional Pitutur Madyo yakni tiga kempul, tiga kenting, satu jedor, dan sepasang kepyak.

Belasan anak-anak duduk bersila di tanah di depan lincak itu sambil memainkan gerak tangan secara serempak dipimpin Wenti Nuryani, selagi Ahmadi dengan iringan musik Pitutur Madyo melantunkan tembang Jawa berjudul “Nganten Anyar” (Pengantin Baru).

“’Orang sekaro di dalam tempat, tempat tidur ada rumah. Jangan takut jangan malu, Pangeran sampun ngridani. Agama Islam kang percaya, ingkang jejeg kang santoso, ojo lali marang Pangeran,’” demikian syair tembang tersebut.

Seniman Komunitas Lima Gunung Waskito turun ke panggung membawakan gerakan tarian bebas namun lembut mengikuti tabuhan musik Piturut Madyo, tak seberapa lama seorang pemimpin lainnya komunitas itu yang juga Kepala Desa Banyusidi Riyadi yang mengenakan pakain safari dan bertutup kepala topi bundar warna putih, menaiki sepeda motor bebeknya, melintas di tengah panggung itu, seakan menggambarkan seorang lurah dengan kharismanya sedang melintas di jalan desa.

Tak Lupa Terhadap Tuhan

Tentang musik Pitutur Madyo itu, Ahmadi mengatakan, apapun ragam kesenian dan kehidupan masyarakatnya, setiap orang tidak boleh lupa terhadap Tuhan.

Kegembiraan anak-anak menyaksikan penampilan musik tradisional yang berkembang di kawasan Bandongan, Kabupaten Magelang sejak zaman penjajahan Belanda itu, katanya, sebagai simbol masyarakat desa mencermati berbagai nasihat orang tua tentang kebaikan hidup di lingkungannya.

“Memang syair tembang itu berupa nasihat kebaikan untuk warga desa,” kata Ahmadi yang sejak puluhan tahun menjadi pemain kesenian Piturut Madyo itu.

Tiba-tiba bunyi tabuhan kentongan dan bedug terdengar bertalu-talu, disusul suara adzan yang dikumandangkan seorang seniman, Mualimin. Mereka yang lain bubar, meninggalkan panggung terbuka itu sebagai gambaran bahwa masyarakat desa pergi ke masjid guna menjalankan shalat.

Suasana riuh rendah gambaran beragam aktivitas kehidupan masyarakat desa yang diangkat menjadi pertunjukkan di panggung itu pun berubah menjadi terkesan hening.

Tak terdengar lagi ensambel dari tabuhan musik tradisional, sedangkan suara gemericik air dari aliran Kali Pabelan Mati di belakang Studio Mendut itu terkesan menyeruak.

“Kami angkat lakon itu untuk para wisatawan asing, untuk menunjukkan kehidupan masyarakat desa selalu saja tidak lepas dari kegiatan kesenian dan kebudayaan,” katanya.

Berkesenian selalu saja bagian penting lembaran ensiklopedia kehidupan sehari-hari orang desa, kata Pangadi.

Rp 50 M untuk Pesta Kesenian ASEAN

Posted by Komang Merthayasa on Oktober 25, 2011
Posted in: Akustik. Tinggalkan komentar

http://oase.kompas.com/read/2011/10/25/06142883/Rp.50.M.untuk.Pesta.Kesenian.ASEAN

JAKARTA, KOMPAS.com — Senin, 24 Oktober 2011, ASEAN Fair yang dipusatkan di kawasan Nusa Dua, Bali, dibuka secara resmi oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Aneka rupa mobil hias yang mewakili karakter seni dan budaya bangsa-bangsa ASEAN dipertontonkan, selain sejumlah kesenian, seperti belaganjur, tari piring, rapai, dan beberapa kesenian dari wilayah Indonesia.

Hajatan yang menelan sekira Rp 50 miliar ini, menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, memang memiliki visi jangka panjang sebagai upaya mengokohkan pilar sosio-budaya, sebagai bagian dari pilar lainnya yang menopang persatuan bangsa-bangsa ASEAN (ekonomi, politik, dan keamanan).

Seusai pembukaan, sejumlah acara yang menggambarkan kekerabatan bangsa-bangsa di Asia Tenggara itu pun telah menanti. Sebutlah, “Pameran Lukisan ASEAN” yang berlangsung di Museum Pasifika Nusa Dua, Bali, yang dibuka sejak tanggal 24 Oktober hingga 23 November, pameran tekstil ASEAN yang berlangsung di Jakarta (25-30 Oktober), parade bendera terbesar ASEAN yang berlangsung di Jakarta (30 Oktober), Festival Musik ASEAN, Festival Kesenian ASEAN, hingga festival kuliner ASEAN.

Acara yang akan berlangsung hingga 23 November ini merupakan wujud perhatian Indonesia selaku Ketua ASEAN tahun 2011 terhadap ikatan persaudaraan bangsa-bangsa ASEAN.

“Hello ASEAN” yang diusung sebagai tema pada ASEAN Fair kali ini merupakan simbol  kehangatan dari sambutan kita kepada saudara-saudara serumpun ASEAN dan sambutan kepada warga dunia tentang semangat baru ASEAN.

“Sebagai Ketua ASEAN 2011, Indonesia memprakarsai ASEAN Fair sebagai ajang di mana budaya dan ekonomi kreatif dapat dipamerkan bersama. Budaya adalah alat pemersatu bangsa dan melalui budaya kita memberikan penghormatan istimewa kepada identitas ASEAN. ASEAN Fair akan memperlihatkan wajah ASEAN yang menggambarkan keanekaragaman kekayaan warisan budaya dan persamaan sejarah,” ucap Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu saat memberikan sambutan pembukaan.

==========
Komentar saya : Ini adalah ‘Event International’, paling tidak untuk wilayah ASEAN, namun PUBLIKASI dan SOSIALISASI-nya SANGAT MINIM.. Sehingga timbul pertanyaan, Event-nya untuk SIAPA dan yang membiayai siapa..? Selanjutnya yang memperoleh manfaat optimalnya siapa..?

Tarian Suku Bajau Kaltim Nyaris Punah

Posted by Komang Merthayasa on Oktober 24, 2011
Posted in: Acoustic, Akustik, Architecture, Gedung kesenian, Indonesian Traditional Music, Karakteristik Akustik Musik Tradisional Indonesia, Perancangan Akustik. 3 Komentar
Tarian Suku Bajau Kaltim Nyaris Punah

/
Sabtu, 9 Mei 2009 | 14:04 WIB

SAMARINDA, KOMPAS.com — Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD) Taman Budaya Kalimantan Timur (Kaltim) dalam identifikasi kekayaan budaya daerah belum lama ini menemukan bahwa salah satu budaya kesenian lokal, yakni tarian milik Suku Bajau Kaltim, terancam punah.

Tari Dalling milik Suku Bajau nyaris punah karena dalam beberapa tahun terakhir tidak pernah dipertunjukkan lagi, sementara orang-orang tua yang mengerti Dalling sudah banyak yang meninggal dunia, di sisi lain tidak terjadi regenerasi terhadap kesenian ini. Demikian dikatakan Kepala Taman Budaya Kaltim H Sutoro di Samarinda, Jumat (8/5).

Pihaknya mengetahui bahwa satu tari tradisional dari Suku Bajau nyaris punah karena sejak beberapa tahun terakhir tidak pernah lagi ditampilkan.

“Biasanya masyarakat Bajau menggelar tarian Dalling untuk menyambut tamu kehormatan. Tari ini juga dulunya kerap ditampilkan pada acara tertentu, seperti pesta adat dan kegiatan keramaian di kampung-kampung,” katanya.

Namun, kata dia, seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan tradisi, lambat laun tarian Dalling terancam punah akibat tidak ada regenerasi bagi para penarinya.

Terkait upaya pelestarian kesenian lokal itu, pihaknya akan melakukan  penggalian dan penelitian tentang tari Dalling yang dipusatkan di Kabupaten Panajam Paser Utara (PPU), pada 11-15 Mei 2009.

Materi yang akan diteliti bukan hanya Dalling, melainkan juga akar budaya dan adat istiadat yang digali langsung dari pelaku atau tetua budaya Bajau yang pernah terlibat langsung pelestarian kesenian dan kebudayaan masyarakat pesisir itu.

“Setelah melakukan penggalian, maka tarian ini akan kita ajarkan ke sejumlah sanggar tari yang tersebar di Kaltim. Selain upaya pelestarian melalui praktik tarian ini di sanggar-sanggar dan sekolah, kita akan mematenkan tarian ini agar tari Daling resmi menjadi salah satu kekayaan budaya Indonesia dari Kaltim,” ujar Toro.

Konsep Akustika Arsitektur Gedung Konser

Posted by Komang Merthayasa on Oktober 23, 2011
Posted in: Acoustic, Akustik. 3 Komentar
Konsep Akustika Arsitektur Gedung Konser

Untuk melengkapi pemahaman tentang kondisi akustik Gedung Konser khususnya dan juga kondisi medan akustik di dalam suatu ruangan tertutup pada umumnya, maka berikut ini akan diuraikan secara ringkas konsep fisika yang mendasarinya. Mekanisme terjadinya medan suara di dalam ruang tertutup dijelaskan secara sederhana : terjadinya suara itu menyangkut 3 komponen utama yaitu sumber suara, ruangan/medium dan penerima. Jika salah satu dari ketiga komponen utama tersebut tidak ada, maka suara pun tidak ada. Ketiga komponen utama akustik ini memiliki karakteristik yang dapat dinilai dan diukur baik itu secara objektif maupun secara subjektif. Penilaian objektif tentunya berdasarkan kepada besaran-besaran yang bersifat objektif yaitu besaran-besaran fisika (Akustik), misalnya besaran ‘sound pressure level’ dari sumber suara, besaran waktu dengung ruangan atau juga ‘directivity’ dari mikrophone (dalam hal ini mikrophone bertindak sebagai penerima suara). Sementara itu penilaian subjektif pada umumnya berdasarkan kepada ‘subjective preference’ dari orang yang menilainya, meskipun penilaian yang dilakukan tersebut sering juga didasarkan kepada besaran-besaran fisika, misalnya seseorang lebih menyukai ‘speaker A’ dibandingkan dengan ‘speaker B’ akibat adanya perbedaan karakteristik frekwensi atau juga perbedaan karakteristik dinamiknya.
Selanjutnya perlu untuk dijelaskan bahwa kondisi medan akustik yang dialami oleh pendengar terdiri dari penggabungan empat parameter utama, yaitu :
1. Tingkat pendengaran (Listening Level), biasanya besaran ini dinyatakan dengan besaran dBA.
2. Waktu tunda pantulan awal (Initial Delay Time), yaitu waktu tunda yang terjadi antara suara langsung dari sumber ke pendengar dan suara pantulan,
3. Waktu dengung subsequent (Sub-sequent Reverberation Time), yaitu waktu dengung yang berhubungan satu-satu dengan posisi sumber suara dan penerima dan
4. Korelasi silang sinyal antar kedua telinga (Inter-Aural Cross Correlation, IACC), yaitu besaran yang menyatakan adanya perbedaan sinyal suara yang diterima di telinga kiri dan kanan pendengar.
Tiga parameter utama dari 1 sampai 3 di atas adalah parameter yang bersifat temporal dan besaran ini dapat diukur dengan menggunakan satu channel pengukuran saja, misalnya menggunakan sound level meter atau frequency analyzer 1 channel. Disamping itu, ketiga parameter tersebut memiliki karakteristik yang juga sangat tergantung kepada frekwensi. Sementara parameter utama yang keempat adalah besaran yang bersifat spatial dan hanya dapat diukur dengan menggunakan instrumen dual channel dengan memanfaatkan dummy head. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki dua buah telinga yang posisinya sedemikian rupa sehingga dapat mendeteksi adanya ruang dan juga dapat melokalisasikan posisi dari sumber suara. Adanya ke-empat parameter utama akustik ini, bukan hanya berlaku bagi medan suara di dalam ruangan (indoor) tetapi juga berlaku untuk sistem tata suara di luar ruangan (outdoor). Dengan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa disisi sistem pendengaran manusia memiliki 4 dimensi yang sama dengan sistem visual, namun sistem pendengaran memiliki 3 dimensi waktu dan satu dimensi ruang. Sementara pada sistem visual manusia memiliki 3 dimensi yang menyatakan karakteristik ruang dan satu dimensi tentang waktu.

Impulse Response
Salah satu ‘tool’ yang cukup baik dan memadai untuk melakukan ‘verifikasi’ besaran ke-empat parameter akustik seperti yang dijelaskan sebelumnya adalah impulse response. Untuk kondisi akustik di dalam ruangan, fenomenanya dapat dijelaskan sebagai berikut ini : Di dalam setiap ruangan, maka sinyal suara yang dihasilkan oleh sumber suara akan diterima oleh pendengar atau penerima suara, setelah sinyal suara tersebut menjalar di dalam ruangan. Sinyal suara ini akan mengalami semua proses penjalaran gelombang mekanis di dalam ruangan seperti pantulan, penyerapan dan transmisi oleh permukaan ruangan disamping juga pembelokan gelombang suara oleh permukaan tertentu. Pada posisi penerima, sinyal suara dari sumber suara tersebut diterima dalam bentuk suara langsung dinyatakan dengan L, suara pantulan yang dinyatakan dengan P dan juga suara dengung yang dinyatakan dengan D. Akibat sifat penjalaran suara yang berupa penjalaran gelombang mekanis dengan kecepatan penjalaran yang jauh-jauh lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan cahaya, maka pada penerima ketiga jenis suara tadi akan diterima dengan susunan waktu yang berbeda-beda.
Jika sinyal dari sumber suara berupa sinyal impulse: yaitu sinyal dengan daya yang cukup besar — idealnya secara matematis dayanya tidak berhingga- dan memiliki waktu kejadian yang sangat pendek –idealnya waktu kejadiannya mendekati nol detik– maka pada penerima akan diterima urutan sinyal impulse yang berjumlah tidak berhingga. Sekuensial sinyal inilah yang disebut dengan ‘response impulse’. Pada masa lalu, sebagai sinyal pemicu impulse digunakan letusan balon atau ledakan pistol kosong, tetapi pada saat ini dengan perkembangan teknologi ‘digital signal processing’, maka digunakanlah suatu sinyal digital yang disebut dengan sinyal ‘maximum length sequence, MLS’. Dengan memanfaatkan teknologi ‘digital signal processing’ tersebut, sinyal impulse yang diterima di kedua telinga pendengar dapat diukur dan hasil proses ini disebut dengan ‘binaural impulse response’. Dari ‘binaural impulse response’ inilah, parameter IACC dapat ditentukan. Tentang fenomena alami dan arti dari IACC ini dan juga hubungannya dengan masalah ‘spatialisasi’ atau ‘kesan ruang’ pada medan suara, tidak dijelaskan pada kesempatan ini. Sebelumnya perlu juga untuk diungkapkan bahwa ‘implementasi’ konsep IACC ini juga ikut menentukan pengembangan konsep ‘home theatre’ yang saat ini sudah ada.
Implementasi konsep ‘impulse response’ dalam perancangan akustik
Dengan memahami, konsep-konsep dasar akustik maka perancangan kondisi akustik untuk setiap ruangan ataupun ‘venue’ dapat dilakukan. Dengan memanfaatkan perangkat lunak komputer EASE — bisa juga dengan memanfaatkan perangkat lunak akustik lainnya seperti CATT Acoustics ataupun ODEON– sinyal impulse dari mimbar maupun dari audience dapat digambarkan dan dianalisa dengan ketelitian yang sangat tinggi.
Dengan bantuan perangkat lunak akustik tersebut, posisi sumber suara perlu ditetapkan, demikian juga semua karakteristik akustik dari sumber suara tersebut mesti diperhitungkan, misalnya ‘directivity’ dari speaker, ‘frequency response’ nya, karakteristik daya dan sebagainya.
Disamping itu, karakteristik akustik ruangan seperti posisi dan karakteristik permukaan-permukaan yang berfungsi untuk menyerap suara, karakteristik spesifik dan posisi ‘Schroeder Diffusor’, reflektor suara dan juga karakteristik akustik ‘audience’ juga mesti diperhitungkan. Selanjutnya, pada semua posisi ‘audience’ dapat diperoleh besaran parameter akustiknya dari hasil perhitungan analisis ‘impulse response’nya. Segala hal yang berhubungan dengan masalah ‘cacat akustik’ baik itu cacat akustik temporal maupun spektral dapat diidentifikasi dan ditanggulangi sejak awal pada tahap perencanaan ini. Perlu juga ditegaskan disini, ‘Schroeder Diffusor’ yang dipasang ini, dirancang sepenuhnya oleh perencana, mengingat karakteristik akustik ‘Schroeder Diffusor’ tersebut bersifat unik untuk keperluan yang bersifat ‘customize’. Ini berarti, suatu jenis ‘Schroeder Diffusor’ tertentu hanya berfungsi dengan tepat jika dipasang pada posisi dan ruang yang tertentu pula, sesuai dengan hasil perancangan akustik yang berdasar kepada konsep ‘impulse response’ tersebut.

Sendratari Ramayana Tampil di Lebanon

Posted by Komang Merthayasa on Juli 31, 2009
Posted in: Acoustic, Akustik, Concert Hall, Gedung kesenian, Indonesian Traditional Music. Tagged: Acoustics, Akustik, Art, Budaya, Concert Hall, Gamelan Jawa, Indonesian Cultures, Indonesian Traditional Music, Konservasi budaya Indonesia, Musik Tradisional Indonesia, Seniman. Tinggalkan komentar

Sendratari Ramayana Tampil di Lebanon

/
Jumat, 31 Juli 2009 | 02:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com–Kedutaan Besar RI di Beirut, Lebanon, menampilkan Sendratari Ramayana dan aneka musik tradisional Indonesia di beberapa kota di Lebanon dalam pagelaran bertajuk “Malam Indonesia”.

Siaran pers KBRI Beirut yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis, menyebutkan, para seniman yang akan tampil dalam sendratari tersebut berasal dari Yogyakarta, dan diperkuat para staf KBRI Beirut, mahasiswa, dan prajurit TNI di UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon).

Acara tersebut diselenggarakan untuk memeriahkan peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI ke-64, pada 17 Agustus 2009.

Para penari Lebanon yang tergabung dalam Friends of Indonesia (Teman-Teman Indonesia) juga ikut berkolaborasi dalam itu.

Penampilan dimulai 8 Agustus 2009 di UNESCO Palace. Beirut mengundang sekitar 1.000 penonton dari semua kalangan di Lebanon.

UNESCO Palace merupakan balai pertunjukan berkapasitas 1.500 tempat duduk, lengkap dengan peralatan panggungnya. Tempat ini sering digunakan untuk pementasan seni-budaya, drama dan hiburan yang biasa dibawakan oleh artis tersohor dari berbagai negara.

Pada 11 Agustus 2009, tim kesenian dengan hampir 70 pemain ini akan manggung di hadapan pasukan penjaga perdamaian PBB di daerah perbatasan Lebanon-Israel.

Pada kesempatan ini, pelawak Tarzan dan teman-temannya juga akan tampil, menghibur pejuang-pejuang perdamaian yang haus humor-humor segar Indonesia.

Tempat berikutnya yang “disambangi” tim kesenian itu adalah Bachoos Temple, sebuah candi bekas reruntuhan kota kuno Romawi di kota Baalbeck, 2 jam perjalanan darat ke arah tenggara Lebanon. Di sana mereka akan manggung pada 15 Agustus 2009.

Menurut guru tari KBRI Beirut, Ahmad Maulana, persiapan “Malam Indonesia” terus dilakukan, tidak hanya latihan gerakan tarian, tapi juga terkait dengan urusan teknis menyeluruh.

Ia mengatakan, tim akan tampil penuh kejutan dalam atraksi berdurasi satu jam tersebut dengan memaksimalkan penggunaan teknologi pencahayaan dan sound system yang dipadu untuk mendukung karakter cerita tari.

“Lenggak lenggok penari Lebanon, yang terbiasa dengan gerakan tari salsa dan jenis hip-hop lainnya akan memperkaya dan menambah unsur surprise dalam pertunjukan nanti,” kata Ahmad Maulana yang sebelumnya aktif di grup kesenian Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

Indonesia Maju Jika Hargai Kearifan Lokal

Posted by Komang Merthayasa on Juli 31, 2009
Posted in: Acoustic, Akustik, Concert Hall, Indonesian Traditional Music. Tinggalkan komentar

Indonesia Maju Jika Hargai Kearifan Lokal

Kompas/Efix Mulyadi
Putu Wijaya

 

/
Jumat, 31 Juli 2009 | 02:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com–Indonesia dianggap dapat mengalami kemajuan jika mampu menghargai kearifan lokal dan dipimpin sosok yang mau hidup berdampingan.

Dengan dua cara itu, Indonesia dapat meraih kemajuan akan  terjadi hubungan saling memuliakan, kata Pemimpin Umum Jurnal Nasional, Syamsuddin CH. Haesy dalam peluncuran bukunya di Jakarta, Kamis malam.

Menurut Syamsuddin, Indonesia memiliki banyak kekayaan alam seperti perkebunan dan pertambangan yang telah dieksplorasi berbagai berbagai pihak.

Namun, proses eksplorasi tersebut ternyata tidak membawa pengaruh yang besar terhadap masyarakat, termasuk warga yang berada di sekitarnya.

Ia mencontohkan proses eksplorasi berbagai potensi pertambangan di wilayah timur Indonesia yang sangat kaya dengan kekayaan alam seperti nikel, batubara, dan sebagainya.

Namun, diperkirakan tidak ada kearifan lokal dalam kegiatan eksplorasi itu sehingga masyarakat di sekitarnya tetap hidup dalam kemiskinan.

Selain itu, kata Syamsuddin, Indonesia juga membutuhkan pemimpin yang mau hidup berdampingan dengan lebih mengutamakan keinginan dan kepentingan rakyat.

Dengan pola hidup berdampingan itu, para pemimpin bangsa akan mampu merumuskan visi dan misi rakyat, bukan visinya dalam menjalankan pemerintahan.

Melalui perumusan itu, bangsa Indonesia hanya membutuhkan pemimpin yang mampu menjalankan visi dan misi yang ditetapkan tersebut demi kesejahteraan rakyat.

Selama ini, kata dia, pemerintahan Indonesia sering dijalankan bukan dengan visi dan misi yang dicita-citakan rakyat, melainkan dengan visi dan misi penguasa yang terkesan seperti “fantasi track”.

“Akibatnya, hidup kita selalu seperti dalam fantasi,” katanya.

Dalam acara itu, Syamsuddin CH. Haesy meluncurkan tiga buah judul buku yakni “Cawandatu di Timur Marahari”, “Platinum Track, Jalan Sukses, Jalan Ilahiyah”, dan “Indigostar, Sumber Daya Manusia Unggu; Dalam Rekacita”.

Hadir dalam peluncuran itu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, anggota DPR, Ferry Mursyidan Baldan, seniman Putu Wijaya dan Direktur Utama Perum LKBN ANTARA, Ahmad Mukhlis Yusuf.

Pemkot Bandung Belum Serius Selamatkan Cagar Budaya

Posted by Komang Merthayasa on Juli 31, 2009
Posted in: Acoustic, Akustik, Concert Hall, Gedung kesenian, Indonesian Traditional Music. Tagged: Acoustics, Akustik, Arsitektur, Budaya, Culture, Gamelan Sunda Concert Hall, Indonesian Traditional Music, Konservasi budaya Indonesia, Musik Tradisional Indonesia, Seniman. Tinggalkan komentar

Pemkot Bandung Belum Serius Selamatkan Cagar Budaya

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Suasana Jalan Braga, Bandung sehari-hari.

/
Jumat, 31 Juli 2009 | 01:48 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com–Pemeritah Kota (Pemkot) Bandung belum punya ’political will’ (keseriusan) menyelamatkan bangunan Cagar Budaya yang antara lain ditunjukkan dengan pembongkaran pemandian Cihampelas, kata Ketua Bandung Heritage, Harastoeti.

“Perda Cagar Budaya mendesak untuk segera disahkan. Karena dengan Perda, kita bisa segera menegakkan peraturan, sehingga sanksi segera dijatuhkan, dan insentif bagi pemilik segera diberikan,” kata Harasoeti, menjawab konfirmasi wartawan, di Bandung, Kamis.

Ia mengungkapkan, rencananya pembongkaran pemandian Cihampelas itu akan dibangun apartemen. Namun, dia tidak yakin apakah pembangunan itu berizin atau tidak. Jika pembangunan itu memang berizin, seharusnya ada dasar pemberian izinnya.

Menyikapi situasi tersebut, Harastoeti menganggap  Pemkot  seperti ’takluk’ pada developer (pengembang). Padahal semestinya developer yang tunduk pada peraturan pemerintah.

“Sepertinya, asal dipastikan ada pendapatan asli daerah (PAD) yang masuk, maka pembangunan akan dipermudah,” sesal Harastoeti.

Menurut dia, orientasi pemerintah selama ini tentang kota maju, hanyalah kota dengan pembangunan mall-nya di mana-mana. Padahal sebenarnya, kota maju adalah kota yang dapat menata kotanya dengan segala aturan yang telah ditetapkan.

“Terus terang, saya sangat menyayangkan kalau sampai pemandian Cihampelas dibongkar, apalagi sampai dibangun tempat pemukiman. Sebab, pemandian ini memiliki nilai historis yang sangat tinggi dan terhormat,” tambahnya.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, setahun lalu Bandung Heritage pernah diajak berbicara oleh pengembang dan pemilik pemandian tersebut.

Hanya saja, ia menegaskan, pada saat itu Bandung Heritage hanya memberikan usul dan tidak memberikan rekomendasi untuk mendirikan bangunan dengan merusak bangunan lama.

“Kami tidak pernah memberikan rekomendasi dan bahkan usul yang kami berikan pemandian tersebut jangan dihancurkan. Hal itu atas pertimbangan nilai sejarah, konservasi, dan juga beban daerah itu,” katanya.

Salah seorang warga, Ade mengungkapkan kesedihannya atas pembongkaran itu. Bagi Ade, keberadaan pemandian itu menjadi salah satu tempatnya tumbuh. “Dari kecil kita bermain di sana, sedih melihat nasibnya seperti ini,” ujarnya.

Sementara itu, salah seorang anggota panitia khusus (Pansus) Perda Cagar Budaya, Nanang Sugiri, menyebutkan, ada beberapa kategori dalam penentuan Cagar Budaya.

Kategori A ada 99 bangunan. Dengan data total 200 Cagar Budaya, walau sebenarnya jumlahnya lebih dari itu. “Harus ada penelitian ulang, jangan sampai rumah orang dijadikan Cagar Budaya. Karena itu akan ada konsekuensinya,” kata Nanang.

Untuk kategori A, jelas Nanang, semua harus dalam keadaan seperti semula, walau pernah mengalami kerusakan. Kecuali untuk kategori B dan C, itu ditentukan oleh Peraturan Walikota (Perwal). Jadi jumlah ini masih belum ditentukan, karena belum dilakukan pengkajian, katanya.

Menurut dia, rata-rata untuk kategori B dan C, milik pribadi, milik swasta, atau bangunan sudah rapuh. Untuk yang rapuh ini, sudah tidak mungkin diberikan renovasi.

“Perubahan atau renovasi dilakukan juga dengan ketat. Kecuali yang sudah rapuh dan hancur sama sekali. Tinggal Wali Kota yang menentukan akan diapakan bangunan itu,” demikian Nanang.

YGF Sukses, Masih Mengusung Semangat Bergamelan

Posted by Komang Merthayasa on Juli 31, 2009
Posted in: Acoustic, Akustik, Concert Hall, Gedung kesenian, Indonesian Traditional Music. Tagged: Acoustics, Akustik, Art, Budaya, Concert Hall, Gamelan Jawa, Indonesian Traditional Music, Karakteristik Akustik, Konservasi budaya Indonesia, Musik Tradisional Indonesia, Seniman. Tinggalkan komentar

YGF Sukses, Masih Mengusung Semangat Bergamelan

DHONI SETIAWAN

/
Artikel Terkait:

  • Yogyakarta Gamelan Festival 2010 Jadi Ujian bagi Ari Wulu
  • Yogyakarta Gamelan Festival Berakhir
  • Empat Grup Isi Hari Kedua YGF
  • YGF dan Tribute to Sapto Rahardjo Dibuka Malam Ini
Kamis, 30 Juli 2009 | 21:20 WIB

Laporan wartawan KOMPAS Lukas Adi Prasetya

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Yogyakarta Gamelan Festival ke-14 (16-18 Juli 2009) berlangsung sukses tanpa sentuhan sang maestro, Sapto Rahardjo. Beberapa pengamat musik melihat YGF masih mengusung semangat bergamelan.

Isi perut YGF akan tergantung banyak pada Ari Wulu, putra almarhum Sapto, dan tim tujuhnya. Tim ini, tiga dari anggota keluarga, dan empat dari orang-orang kepercayaan Sapto.

Memang masih ada bayang-bayang kebesaran Sapto, tetapi proses regenerasi sudah saatnya berjalan. Memang dan harus ada saatnya YGF dipegang orang lain. Kan enggak mungkin dipegang Mbah Sapto terus. Justru saya melihat sekarang tahun ini regenerasi YGF dimulai. Potensi menarik, tetap ada, kata Djaduk Ferianto, musisi.

Beberapa bulan sebelum Sapto meninggal, Djaduk sempat banyak ngobrol dengan sosok itu. “Saya bilang, dalam acara budaya dan seni, seperti YGF, perlu pendanaan. Saya waktu itu usul ke Mbah Sapto, YGF perlu sponsor. Dia memang memahami, sangat malah. Tapi dia selalu bilang, ada atau tak ada sponsor, YGF harus jalan. Gila semangatnya. Tapi memang, event sekelas YGF tetap harus jalan,” ujar Djaduk.

Pemerintah mesti melihat potensi YGF untuk menyemarakkan Yogyakarta. Jangan sampai YGF, festival gamelan terbesar di dunia, yang menampung ekspresi bergamelan dari anak-anak sampai musisi nasional dan dunia, ini, kata Djaduk, terhenti karena kekurangan dana.

Djohan Salim, pemerhati gamelan yang juga Asisten Direktur Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, mengemukakan, kekuatan konsep Sapto dalam YGF adalah bisa mendudukkan dalam satu panggung, seniman-seniman serius yang menekuni gamelan, kelompok anak-anak muda yang suka musik dan menyelami gamelan dengan kreativitas sendiri, serta para pelajar yang sedang mulai mengasah keterampilan dan kegemaran bermain gamelan.

Komposisi itulah yang menjadi semangat, kekuatan, dan daya tarik YGF. Saya melihat YGF tahun ini, masih mengusung semangat itu. Namun, YGF berikutnya ya mesti terus ada semangat itu walau kemasan pertunjukan YGF bisa berbeda. “Itu tidak apa-apa. Beda pelaku, kan beda pemikiran. Yang penting YGF harus terus ada,” kata Djohan.

YGF, lanjut Djohan, juga harus bisa menarik perhatian kawula muda lebih banyak. Ia menunjuk pada Gamelan Gaul, yang diletakkan di dua hari pertama dari total lima hari penyelenggaraan YGF ke-12. Gamelan Gaul yang menampilkan aneka kreasi bergamelan dari anak muda, seperti gamelan yang berpadu dengan suara knalpot, ternyata menjadi magnet bagi anak-anak muda.

Pendekatan Pelestarian Budaya, Akademis dan Kreatif

Posted by Komang Merthayasa on Juli 31, 2009
Posted in: Acoustic, Akustik, Concert Hall, Indonesian Traditional Music. Tagged: Acoustics, Akademisi, Akustik, Art, Budaya, Concert Hall, Konservasi budaya Indonesia, Musik Tradisional Indonesia, Seniman. 2 Komentar
Pendekatan Pelestarian Budaya, Akademis dan Kreatif
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga mengenakan atribut dari beragam etnis di Indonesia, Rabu (17/6), saat pawai dalam rangka Festival Budaya 2009 yang berlangsung pada 17-19 Juni di kampus tersebut.

/
Kamis, 30 Juli 2009 | 20:05 WIB

Laporan wartawan KOMPAS Indira Permanasari S

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengembangan kesenian berbasis akar budaya dan tradisi dapat menjadi keunggulan. Jika tidak demikian, Indonesia akan selalu menjadi bayang-bayang bangsa lain, ujar budayawan Ikranegara dalam orasi kebudayaannya di acara Pagelaran Senin Cinta Tanah Air yang diselenggarakan Universitas Mercu Buana, Kamis (30/7).

Lebih lanjut dia mengatakan, terdapat dua pendekatan yakni pendekatan kreatif dan pendekatan akademis. Dalam pendekatan akademis, kesenian dimainkan seperti apa adanya atau berdasarkan pakem-pakemnya. Tujuannya, untuk melestarikan kebudayaan tersebut.

Sedangkan, dengan pendekatan kreatif, kesenian tersebut terus berkembang, walaupun tetap terlihat akar tradisinya. Wayang misalnya, mengalami perubahan-perubahan. Pengembangan oleh walisongo, misalnya, ikut membuat warna berbeda. Repetoarnya terus bertambah. Ada wayang Pancasila sampai dengan wayang wahyu yang berlatar belakang ke-kristenan. Ada kreativitas yang berkembang, walaupun tetap wayang, ujarnya.

Keanekaragaman seni tradisi dan pengembangannya dengan menggunakan pendekatan kreatif dapat menjadi kekuatan dan modal yang besar. Pengembangan itu disertai dengan penghargaan dan penghormatan terhadap seni budaya lain.

Navigasi pos

← Older Entries
  • Meta

    • Daftar
    • Masuk
    • Feed entri
    • Feed Komentar
    • WordPress.com
  • Halaman

    • About this Blog
    • Kode Etik Arsitek
    • Para Maestro Dukung Festival Keroncong
    • ‘Gamelan Bali’ International Concert Hall
  • Top Posts

    • Indonesia Music Expo Perdana di Peninsula
    • Energi Berkesenian "Ensiklopedia Dusun"
    • Rp 50 M untuk Pesta Kesenian ASEAN
    • Tarian Suku Bajau Kaltim Nyaris Punah
    • Konsep Akustika Arsitektur Gedung Konser
    • Sendratari Ramayana Tampil di Lebanon
    • Indonesia Maju Jika Hargai Kearifan Lokal
    • Pemkot Bandung Belum Serius Selamatkan Cagar Budaya
    • YGF Sukses, Masih Mengusung Semangat Bergamelan
    • Pendekatan Pelestarian Budaya, Akademis dan Kreatif
  • RSS Kompas – Oase

    • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.
  • RSS Akustika Indonesia

    • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.
  • Arsip

  • Acoustics

    • Learning Guitar Review
    • Learning Piano Review
    • Review Music Software
    • The Music Council of Australia
  • Akustik

    • Komang Merthayasa – Dosen Teknik Fisika ITB tentang Akustik
    • Learning Piano Review
    • Review Music Software
  • Architecture

    • Antariksa-Architecture Articles
    • Usmar Ismail Hall
  • Blogroll

    • Akustik – Arsitektur – Noise Control
    • Babad Bali
    • Blog Culture & Travel Indonesia
    • Blog Musik Tradisional Indonesia
    • Br. Tengah – Sesetan
    • e @ wordpress
    • Gedung Kesenian Jakarta
    • Music in Australia
    • Peliatan
    • Wandi – Surakarta
  • Musics

    • Gamelan Music @ National Geographic World Music
    • Learning Guitar Review
    • Learning Piano Review
    • Review Music Software
  • Organization/Institution

    • American Gamelan Institute
    • Gamelan Korimas
    • Kab. Badung
    • Makalah MenRisTek
    • Pemda Denpasar
    • Pemda Klungkung
    • Prov. Bali
    • SaradBali
    • Website Wayang-Indonesia
    • World Music partnership
  • Software

    • Review Music Software
  • Acoustic Akustik Akustik Auditorium Angklung Architecture Concert Hall Gamelan Bali Gamelan Jawa Gamelan Sunda Gedung kesenian Impulse Response Indonesian Traditional Music Karakteristik Akustik Musik Tradisional Indonesia Noise Control Opera Perancangan Akustik Uncategorized Wayang Golek Wayang Kulit
  • RSS Komang Merthayasa

    • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.
  • RSS Akustik – Arsitektur – Noise Control

    • 'Ngelawang' Usang di Tengah Nurani Gersang Agustus 24, 2008
    • Wejangan Kepemimpinan Melalui Wayang Orang Agustus 12, 2008
    • Kota Bandung, Tidak Punya Gedung Pertunjukan..? Agustus 11, 2008
    • Tekankan Pentingnya Jaga Budaya Bali Agustus 8, 2008
    • Gedung Konser (Internasional) yang ‘dedicated’ untuk Wayang Kulit..? Agustus 8, 2008
  • RSS Berita Antara

    • "WandaVision" bakal akhiri musim pertama pekan ini Maret 4, 2021
    • Kisah hidup Janet Jackson diangkat jadi film dokumenter Maret 4, 2021
    • Delapan karakter perempuan tangguh dalam drama Korea Maret 4, 2021
    • iKON "Why Why Why" puncaki iTunes Indonesia dan 9 negara lain Maret 4, 2021
    • Cerai dari Kanye West, Kim Kardashian dapat rumah Hidden Hills Maret 4, 2021
  • Komentar Terbaru

    Marsahid pada Pembuatan Gamelan Bali
    Ayu R pada Pembuatan Gamelan Bali
    Pirate Bay Proxy pada UMAR ISMAIL HALL – KONSE…
    Andriey Mandela Huma… pada Tarian Suku Bajau Kaltim Nyari…
    muscle building week… pada Joko Triyono, Guru Pencipta Vi…
  • Kategori

    • Acoustic
    • Akustik
    • Akustik Auditorium
    • Angklung
    • Architecture
    • Concert Hall
    • Gamelan Bali
    • Gamelan Jawa
    • Gamelan Sunda
    • Gedung kesenian
    • Impulse Response
    • Indonesian Traditional Music
    • Karakteristik Akustik Musik Tradisional Indonesia
    • Noise Control
    • Opera
    • Perancangan Akustik
    • Uncategorized
    • Wayang Golek
    • Wayang Kulit
  • Top Clicks

    • Tidak ada
  • Tampilan lain

    Komang Merthayasa tentang Akustika Arsitektur & Concert Hall INDONESIA Do not trust your ear, trust your knowledge
Komang Merthayasa tentang Akustika Arsitektur & Concert Hall (dedicated) untuk Musik Tradisional Indonesia
Tema: Parament.
Batal

 
Memuat Komentar...
Komentar
    ×
    Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
    Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie